Selasa, 15 September 2009

SEJARAH SENJATA API


Karabin, (bahasa Belanda: karabijn) adalah senjata api yang daya tembaknya tidak sebesar senapan laras panjang karena ukurannya lebih pendek. Banyak karabin dikembangkan dari senapan laras panjang. Meski menembakkan amunisi yang sama, kecepatan proyektilnya lebih rendah. Ada juga beberapa negara yang mengadopsi senapan laras panjang dan karabin yang secara teknis tidak berhubungan, misalnya amunisi yang digunakan berbeda atau sistem operasi internalnya berbeda (namun karabin tetap berukuran lebih kecil dan daya tembaknya lebih lemah).

Pada tahun 1800-an karabin umumnya adalah senjata api untuk prajurit berkuda (kavaleri), sedangkan prajurit infanteri membawa senjata api yang lebih panjang dan daya tembaknya lebih besar. Karabin yang lebih pendek dan ringan mudah dioperasikan pada pertempuran jarak pendek (seperti pertempuran di kota atau hutan) ataupun saat keluar dari kendaraan. Kelemahannya, bila dibandingkan dengan senapan laras panjang, adalah akurasi kurang bagus untuk sasaran jarak jauh dan jarak tembak efektif lebih pendek

Sejarah

Tahun 1800-an dan sebelumnya

Dahulu karabin adalah senjata api pendek dan ringan yang dikembangkan untuk prajurit kavaleri karena musket atau senapan laras panjang terlalu berat dan susah ditembakkan saat menunggang kuda. Karabin biasanya tidak seakurat senapan laras panjang. Daya tembaknya pun kurang besar. Ini salah satunya karena proyektil yang ditembakkan dari laras pendek memiliki kecepatan lebih rendah. Meski pasukan berkuda mulai tidak digunakan, karabin tetap diproduksi dan digunakan karena lebih kecil dan ringan meski daya tembak dan akurasinya kurang. Senjata api pendek lebih mudah digunakan tidak hanya saat menunggang kuda, tetapi juga, dalam lingkup modern, ketika berada dalam truk, pengangkut personel lapis baja, helikopter, atau pesawat terbang, bahkan saat bertempur dalam jarak pendek.

Perbandingan senapan laras panjang (tiga di kiri) dengan versi karabinnya.
amunisi yang sama. Hal ini membuat suplai amunisi menjadi sulit. Salah satu senjata api terkemuka yang dikembangkan pihak Union pada akhir Perang Saudara Amerika adalah karabin Spencer. Karabin itu memiliki magasin berisi tujuh peluru di popornya. Pada akhir era 1800-an, beberapa negara membuat senapan bolt-action versi laras panjang dan karabin. Salah satu yang populer adalah karabin lever-action Winchester. Beberapa versinya menggunakan peluru revolver. Karabin ini pilihan ideal bagi para koboi dan penjelajah karena mereka bisa membawa revolver dan karabin dengan amunisi sama.

[sunting] Perang Dunia I dan Perang Dunia II

Beberapa dekade sebelum Perang Dunia I, senapan standar yang digunakan angkatan bersenjata di dunia memiliki ukuran lebih pendek karena didesain ulang atau banyaknya versi karabin yang dibagikan ketimbang senapan laras panjang. Contohnya, laras senapan Model 1891 dari Rusia, yang dahulu sepanjang 800 mm, dipendekkan menjadi 730 mm pada tahun 1930 dan menjadi 510 mm pada tahun 1938. Laras senapan Mauser 98 dari Jerman — sebelumnya panjangnya 740 mm (1898) — dipendekkan menjadi 600 mm pada tahun 1935 dengan nama Karabiner 98 Kurz atau "karabin 98 pendek". Panjang laras senapan yang digunakan Amerika Serikat, yakni senapan bolt-action M1903 pada Perang Dunia I dan M1 Garand pada Perang Dunia II, tidak berubah. Namun, waktu itu panjang laras M1903 (610 mm) sudah termasuk pendek. M1 Carbine dari AS lebih merupakan karabin tradisional karena lebih pendek (panjang larasnya 460 mm) dan ringan dari M1 Garand. M1 Carbine sendiri bukan versi pendek dari M1 Garand karena memiliki desain yang berbeda dan menembakkan peluru lebih kecil dengan daya tembak lebih kecil juga, seperti umumnya pada tahun 1800-an.

[] Setelah Perang Dunia II

Tentara Amerika Serikat dengan CAR-15.

Berdasarkan pengalaman pertempuran pada Perang Dunia II, kriteria yang digunakan untuk memilih senjata api bagi pasukan infanteri berubah. Tidak seperti perang-perang sebelumnya, ketika pertempuran terjadi di baris dan parit yang tetap, Perang Dunia II adalah perang yang sangat dinamis, dengan mobilitas yang tinggi. Pertempuran terjadi di kota, hutan, atau daerah lain tempat mobilitas dan visibilitas terbatas. Selain itu, penyempurnaan artileri menjadikan prajurit infanteri yang bergerak di ruang terbuka lebih berisiko terbunuh atau terluka.

Umumnya kontak dengan musuh terjadi pada jarak 300 meter dan musuh ditembaki dalam waktu singkat saat bergerak dari satu tempat perlindungan ke tempat perlindungan lain. Peluru tidak ditembakkan untuk melumpuhkan musuh, melainkan ditembakkan ke arah musuh agar tidak bergerak dan membalas tembakan. Keadaan ini tidak cocok bagi senapan laras panjang yang berat dan menembakkan proyektil dengan akurasi tinggi. Senjata api dengan daya tembak lebih kecil mampu melumpuhkan musuh dalam jarak dekat, dan tendangan (recoil) yang dikurangi menjadikan senjata api itu bisa menembakkan lebih banyak proyektil dengan cepat begitu musuh terlihat. Para prajurit bisa membawa lebih banyak peluru karena bobotnya lebih ringan. Laras yang pendek membuat senjata api itu lebih ringan, lebih mudah digunakan di tempat-tempat sempit, dan lebih cepat ditembakkan. Tembakan otomatis juga merupakan fitur yang diharapkan. Rentetan tembakan tiga peluru atau lima peluru meningkatkan kemungkinan perkenaan pada sasaran bergerak.

Pihak Jerman beruji coba dengan karabin selective fire yang menggunakan peluru senapan laras panjang selama tahun-tahun awal Perang Dunia II. Hal ini tidak sesuai dengan harapan karena tendangan dari peluru senapan laras panjang menjadikan karabin itu tidak dapat dikendalikan ketika menembak secara otomatis. Mereka kemudian mengembangkan peluru baru, 7,92 x 33 mm (Kurz) berdasarkan peluru standar 7,92 x 57 mm. Senapan selective-fire dikembangkan untuk menembakkan peluru baru ini. Hasilnya, Sturmgewehr 44 yang kemudian diterjemahkan sebagai senapan serbu. Setelah Perang Dunia II Uni Soviet mengadopsi senjata api yang mirip, AK-47, yang kemudian menjadi senjata api standar prajurit infanteri Uni Soviet. Selama Perang Dunia II AS memiliki M2 Carbine, versi selective-fire dari M1 Carbine yang menembakkan peluru 7,62 x 33 mm. Meski demikian, rasio produksi M1 Carbine semi-otomatis dengan M2 adalah 10 banding 1.

Senapan AK-74SU (tengah depan) merupakan versi pendek dari AK-74 (kiri dan belakang).

Walaupun NATO tidak langsung mengadopsi peluru kaliber menengah, mereka melanjutkan pengembangan senapan tempur yang lebih pendek dan ringan. NATO mengadopsi peluru 7.62 x 51 mm NATO, yang hanya sedikit lebih lemah dari .30-06 Springfield, untuk senapan FN FAL dan M14.

Pada tahun 1960-an, NATO telah mengadopsi peluru 5.56 x 45 mm NATO. Peluru ini lebih kecil dan ringan daripada peluru AK-47 Soviet, tapi memiliki kecepatan peluru yang lebih tinggi, dengan kekuatan yang hampir sama. Pada militer Amerika Serikat, M16 yang menggunakan peluru baru ini, menggantikan M14.

Karabin yang ringan mulai diadopsi sebagai senjata laras panjang infanteri standar. Hanya sebagian kecil infanteri, yaitu para penembak jitu, yang membutuhkan senapan jarak jauh. Pengembangan senapan serbu yang semakin ringan berlanjut, diikuti dengan perkembangan karabin yang semakin kecil pula. Pada saat infanteri mulai beralih ke senapan-senapan 5.56 mm, karabin seperti AK-74SU dan CAR-15 sedang dikembangkan.

Karabin M4, atau M4 Carbine, adalah versi pendek dan ringan dari senapan serbu M16. Karabin M4 memiliki 80% bagian yang sama dengan M16A2. M4 memiki pilihan tembakan semi-otomatis dan burst tiga butir (sama dengan M16A2), sedangkan M4A1 memiliki pilihan semi-otomatis dan otomatis. M4A1 juga terkadang dilengkapi laras yang lebih berat, untuk menahan panas yang dihasilkan dari menembak otomatis untuk waktu yang lama.

Garis besar

Foto yang membedakan M4 dengan M16 (belakang).

M4 dan M4A1 menggunakan peluru kaliber 5.56 x 45 mm NATO. Keduanya adalah senapan selective-fire, yang menggunakan sistem gas, air-cooled, memakai magazen box, dan mempunyai popor teleskopik. Popor ini bisa ditukar dengan popor biasa, tapi itu jarang dilakukan pada militer Amerika Serikat.

Seperti karabin pada umumnya, M4 lebih nyaman ditenteng daripada senapan laras panjang. Selain ideal untuk digunakan oleh tentara non-infanteri (seperti pengemudi kendaraan, ajudan, dan perwira staf), ini juga membuat M4 cocok untuk pertempuran jarak dekat dan operasi pasukan khusus. M4 sempat menjadi standar untuk United States Special Operations Command (USSOCOM) dan menjadi pilihan Pasukan Khusus Angkatan Darat Amerika Serikat. Pada tahun 2006 Malaysia juga membeli Karabin M4 untuk menggantikan senapan Steyr AUG.

Karabin M4 dikembangkan dan diproduksi untuk Pemerintah Amerika Serikat oleh perusahaan senjata Colt, yang mempunyai kontrak untuk memproduksi keluarga karabin M4 sampai tahun 2009. Tetapi selain Colt, sejumlah produsen senjata lain juga menawarkan senapan yang serupa dengan M4. M4 dan M16A4 sudah menggantikan M16 dan M16A2 pada angkatan bersenjata Amerika Serikat. M4 juga menggantikan submachine gun M3A1 yang biasa dipakai pengendara tank. M4 hampir serupa dengan versi kompak M16 sebelumnya, yaitu XM177, bedanya adalah M4 tidak menggunakan peluru M193/6 ball.


[ Sejarah dan varian

Selain pada pengiriman pertama, semua M4 dan M4A1 baru yang ada pada militer Amerika Serikat sudah memakai receiver atas yang datar (flat-top) yang dilengkapi railing standar M1913 atau Picatinny rail, yang digunakan untuk memasang berbagai macam alat bidik. Nomor model yang digunakan oleh militer Amerika Serikat adalah Colt Model 920 (M4) dan 921 (M4A1).

M4 MWS (Modular Weapon System)

M4 MWS adalah karabin Colt Model 923 yang dipasang Sistem Railing Aksesori (RAS - Rail Accesory System) buatan perusahaan senjata Knight's Armament Corporation. Senapan ini sebelumnya diberi nama M4E2, tapi penamaan ini dibatalkan, dan M4 yang dipasang sistem ini diberi nama M4 MWS atau Modular Weapon System.

M4A1

Karabin M4A1 adalah modifikasi dari karabin M4, yang dibuat untuk dipakai oleh pasukan khusus. M4A1 banyak dipakai pada pasukan khusus AS, seperti Delta Force, Navy SEALS, dan Force Reconnaissance. Senapan ini menjadi pilihan pasukan khusus dan pasukan anti-teroris, karena ukurannya dan kemampuannya menembak full-otomatis. Fitur-fitur ini sangat berguna untuk pertempuran dalam perkotaan. Walaupun M4A1 tidak memiliki jangkauan tembak sejauh senapan M16, banyak pengamat militer yang berpendapat bahwa menembak target diatas 300 meter tanpa senapan khusus itu tidak perlu. M4A1 sangat efektif pada jarak 150 meter.

[sunting] SOPMOD Blok I

Skema SOPMOD Blok I.

USSOCOM mengembangkan perangkat Modifikasi Khusus Operasi Khusus (SOPMOD - Special Operations Peculiar Modification) Blok I untuk digunakan pasukan yang ada dibawah kepemimpinannya. Perangkat ini meliputi, antara lain, karabin M4A1, Sistem Railing Antar-muka (RIS - Rail Interface System) buatan Knight's Armament Company (KAC), pelontar granat M203 beserta bidikannya, peredam suara buatan KAC, bidikan cadangan buatan KAC, penunjuk laser/infra-merah AN/PEQ-2A buatan Insight Technologies, bidikan optik ACOG dan Reflex buatan Trijicon, serta sebuah bidikan night vision.

SOPMOD Blok II

Generasi ke-2 SOPMOD sedang direncanakan, dengan banyak perusahaan yang bersaing untuk mendapakan kontraknya. Beberapa perusahaan ternama, beserta rancangan mereka misalnya, Knight's Armament Company dengan URX II, ARMS dengan sistem Selective Integrated Rail (SIR), serta Lewis Machine & Tool dengan Monolithic Rail Platform (MRP).

[sunting] Varian-varian lain

Diemaco C8, buatan Kanada.

Varian lain karabin M4 juga dibuat oleh produsen lain, dan dipakai oleh pasukan khusus negara selain Amerika Serikat, antara lain Special Air Service Regiment (SASR) Australia, Pasukan Gerakan Khas Polis Diraja Malaysia, dan Detasemen 88 Anti-teror Polri. Selain itu, SAS Inggris menggunakan juga M4 buatan Diemaco yang diberi nama C8. Walau akhirnya Diemaco dibeli oleh Colt, dan diberi nama Colt Canada, nama-nama senapan versi Diemaco tidak diubah.

Senin, 14 September 2009

ajaran saminisme dari hati dan keselarasan alam


Asal ajaran Saminisme

Ajaran Saminisme muncul sebagai akibat atau reaksi dari pemerintah kolonial Belanda yang sewenang-wenang.Perlawanan dilakukan tidak secara fisik tetapi berwujud penentangan terhadap segala peraturan dan kewajiban yang harus dilakukan rakyat terhadap Belanda misalnya dengan tidak membayar pajak. Terbawa oleh sikapnya yang menentang tersebut mereka membuat tatanan, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan tersendiri.

Tokoh perintis ajaran Samin

Tulisan ini merupakan salah satu dari teks historis-sosiologis yang mencoba disuguhkan untuk mengenal suatu masyarakat secara komprehensif dan mendalam. Dalam tulisan ini akan diuraikan tentang masyarakat samin meliputi; ide terbentuknya masyarakat samin, tiga unsur gerakan Saminisme, masa kepemimpinannya, sumber ajaran Samin, daerah persebaran ajaran Samin, sebab perlawaan orang Samin, pandangan orang Samin terhadap pemimpinnya, potret pemuka masyarakat Samin saat ini, bahasa yang digunakan, kepribadian orang Samin, rites perkawinan orang Samin, pandangan orang Samin pada sebuah nasib, identitas pakaiannya, perkembangan kepercayaannya, dan strategi politik orang Samin.

Tulisam ini diharapkan menjadi suguhan kepada pembaca secara berbeda, karena sampai saat ini masih kentalnya pengetahuan masyarakat akan Orang Samin tidak beda dengan masyarakat yang terbelakang, terisolir dan anti kemajuan. Karena penulis khawatir dari kesekian kalinya kekerasan pada pemeluk aliran kepercayaan sering dipertontontan, dan sangat mungkin terjadi pada pada entitas masyarakat samin.

Tulisan ini merujuk dari berbagai sumber, termasuk buah tangan Sastroatmodjo (2003), film dokumenter mas Arto di Studio 12 Ungaran, dan hasil diskusi hasil KKL (Kuliah Kerja Lapangan) pada saat duduk di bangku kuliah di Program Studi Pendidikan Sosiologi & Antropologi Unnes.

Otak intelektual gerakan Saminisme adalah Raden Surowijoyo. Pengetahuan intelektual Kyai Samin ini di dapat dari ayahanda, yaitu anak dari pangeran Kusumaniayu (Bupati Sumoroto, yaitu kawasan distrik pada kabupaten Tulungagung Jawatimur). Lelaki kelahiran tahun 1859 di Ploso ini sejak dini dijejali dengan pandangan-pandangan viguratif pewayangan yang mengagungkan tapabrata, gemar prihatin, suka mengalah (demi kemenangan akhir) dan mencintai keadilan. Beranjak dewasa, dia terpukul melihat realitas yang terjadi, dimana banyaknya nasib rakyat yang sengsara, dimana Belanda pada saat itu sangat rajin melakukan privatisasi hutan jati dan mewajibkan rakyat untuk membayar pajak. Pada saat itulah, Raden Surowijoyo melakukan perampokan pada keluarga kaya dan hasilnya dibagi-bagi kepada fakir miskin. Dia juga menghimpun para brandalan di Rajegwesi dan Kanner yang dikemudian hari menyusahkan pihak Gupermen. Pada saat itulah, Kyai keturunan bangsawan ini dikenal oleh masyarkat kecil dengan sebutan Kyai Samin yang berasal dari kata “sami-sami amin” yang artinya rakyat sama-sama setuju ketika Raden Surawijoyo melakukan langkah membrandalkan diri untuk membiayai pembangunan unit masyarakat miskin. Kyai Samin Surosantiko tidak hanya melakukan gerakan agresif revolusioner, dia juga melakukan ekspansi gagasan dan pengetahuan sebagai bentuk pendekatan transintelektual kaum tertindas (petani rakyat jelata) dengan cara ceramah dipendopo-pendopo pemerintahan desa. Isi dari ceramah ini yaitu keinginan membangun kerajaan Amartapura. Adapun pesan substantif yang didengung-dengungkan yaitu meliputi; jatmiko (bijaksana) dalam kehendak, ibadah, mawas diri, mengatasi bencana alam dan jatmiko selalu berpegangan akan budi pekerti.

Namun akhir pergerakan dari Kyai Samin Surosantiko di cekal oleh Belanda dan dibuang di Tanah Lunto pada tahun 1914, yang belum sempat mengaktualisasikan seluruh ide-idenya. Bukan hanya otak pergerakannya, bahkan kitab orang Samin yang ditulisnya juga di sita yang berjudul Serat Jamus Kalimasada, demikian pula dengan kitab-kitab pandom kehidupan orang-orang Samin. Kyai Samin Surosantiko merupakan generasi Samin Anom yang melanjutkan gerakan dari sang Ayah yang disebut sebagai Samin Sepuh. Sehingga masa kepemimpinannya, ajaran Saminisme terbagai dalam dua sekte, yaitu sekte Samin Sepuh dan sekte Samin Anom. Siklus kepemimpinan ini secara mati-matian berusaha menciptakan masyarakat yang bersahaja lahir dan batin. Kyai Samin memiliki sikap puritan, dia bukanlah petani biasa, namun dia adalah cucu dari seorang pangeran. Kyai Samin adalah orang yang gigih dalam menggoreskan kalam untuk membagun insan kamil dengan latar belakang ekonomi yang mapan.

Masyarakat Samin memiliki tiga unsur gerakan Saminisme; pertama, gerakan yang mirip organisasi proletariat kuno yang menentang system feodalisme dan kolonial dengan kekuatan agraris terselubung; kedua, gerakan yang bersifat utopis tanpa perlawanan fisik yang mencolok; dan ketiga, gerakan yang berdiam diri dengan cara tidak membayar pajak, tidak menyumbangkan tenaganya untuk negeri, menjegal peraturan agraria dan pengejawantahan diri sendiri sebagai dewa suci. Menurut Kartodirjo, gerakan Samin adalah sebuah epos perjuangan rakyat yang berbentuk “kraman brandalan” sebagai suatu babak sejarah nasional, yaitu sebagai gerakan ratu adil yang menentang kekuasaan kulit putih.

Ajaran Samin bersumber dari agama Hidhu-Dharma. Beberapa sempalan ajaran Kyai Samin yang ditulis dalam bahasa jawa baru yaitu dalam bentuk puisi tradisional (tembang macapat) dan prosa (gancaran). Secara historis ajaran Samin ini berlatar dari lembah Bengawan Solo (Boyolali dan Surakarta). Ajaran Samin berhubungan dengan ajaran agama Syiwa-Budha sebagai sinkretisme antara hindhu budha. Namun pada perjalannanya ajaran di atas dipengaruhi oleh ajaran ke-Islaman yang berasal dari ajaran Syeh Siti Jenar yang di bawa oleh muridnya yaitu Ki Ageng Pengging. Sehingga patut di catat bahwa orang Samin merupakan bagian masyarakat yang berbudaya dan religius.

Daerah persebaran ajaran Samin menurut Sastroatmodjo (2003) diantaranya di Tapelan (bojonegara), Nginggil dan Klopoduwur (Blora), Kutuk (Kudus), Gunngsegara (Brebes), Kandangan (Pati), dan Tlaga Anyar (Lamongan). Ajaran di beberapa daerah ini merupakan sebuah gerakan meditasi dan mengerahkan kekuatan batiniah guna menguasai hawa nafsu.

Sebab perlawaan orang Samin sebenarnya merefleksikan kejengkelan penguasa pribumi setempat dalam menjalankan pemerintahan di Randublatung. Tindakan perlawanan ini dalam bentuk gerakan mogok membayar pajak, mengambil pohon kayu di hutan semaunya, bepergian tanpa membayar karcis kereta dan sebagainya. Perbuatan di atas membuat Belanda geram dan meyinggung banyak pihak yang menimbulkan kontradiksi yang tak kunjung padam dan membara.

Pandangan orang Samin terhadap pemimpinnya sampai saat ini masih mengakui bahwa Kyai Samin tidak pernah mati, Kyai Samin hanya mokhsa yang menjadi penghuni kaswargan. Tokoh ini dimitoskan secara fanantik, bahkan pada momentum perayaan upacara rasulan dan mauludan sebagai ajang untuk mengenang kepahlawanan Kyai Samin. Setiap pemuka masyarakat Samin selalu berbegangan sejenis primbon (kepek) yang mengatur kehidupan luas, kebijaksanaan, petunjuk dasar ketuhanan, tata pergaulan muda-mudi, remaja, dewasa dan antarwarga Samin .

Bahasa yang digunakan oleh orang Samin yaitu bahasa kawi yang ditambah dengan dialek setempat, yaitu bahasa kawi desa kasar. Orang Samin memiliki kepribadian yang polos dan jujur hal ini dapat dilihat setiap ada tamu yang datang, orang Samin selalu menyuguhkan makanan yang dimilikidan tidak pernah minyimpan makanan yang dimilikinya. Pengatahuan orang Samin terhadap rites perkawinan adalah unik, mereka menganggap bahwa dengan melalui rites perkawinan, mereka dapat belajar ilmu kasunyatan (kajian realistis) yang selalu menekankan pada dalih kemanusiaan, rasa sosial dan kekeluargaan dan tanggung jawab sosial. Orang Samin percaya dalam menuju kemajuan harus dilalui dengan marangkak lambat. Hal ini dapat dilihat dengan perilaku menolak mesin seperti traktor, huller dan lain-lain. Pakaian yang digunakan orang Samin adalah kain dengan dominasi warna hitam dengan bahan yang terbuat dari kain kasar.

Suku Samin juga mengalami perkembangan dalam hal kepercayaan dan tata cara hidup. Kawasan daerah Pati dan Brebes, terdapat sempalan Samin yang disebut Samin Jaba dan Samin Anyar yang telah meninggalkan tatacara hidup Samin dahulu. Selain itu, di Klapa Duwur (Blora) Purwosari (Cepu), dan Mentora (Tuban) dikenal wong sikep, mereka ini dulunya fanatik, tapi kini meninggalkan arahan dasar dan memilih agama formal, yakni Budha-Dharma.

Beberapa pikiran orang Samin diantaranya; menguasai adanya kekuasaan tertinggi (sang Hyang Adi budha), ramah dan belas kasih terhadap sesama mahluk, tidak terikat kepada barang-barang dunia-kegembiraan-dan kesejahteraan, serta memelihara keseimbangan batin dikalangan antar warga. Orang Samin dengan jelas mencita-citakan membangun negara asli pribumi, yang bebas dari campur tangan orang kulit putih, tiada dominasi barat satupun. Ajaran politik yang dikenakan pada suku Samin yaitu cinta dan setia kepada amanat leluhur, kearifan tua, cinta dan hormat akan pemerintahan yang dianggap sebagai orang tua dan sesepuh rohani, hormat dan setia pada dunia intelektual.

Dengan suguhan tulisan ini, diharapkan wawasan dan pengetahuan saya dan pembaca semuanya lebih terbuka serta kemudian mampu bersikap bijak dan arif dalam memandang sebuah reailtas yang ada.

Daerah penyebaran dan para pengikut ajaran Samin

Tersebar pertamakali di daerah Klopoduwur, Blora, Jawa Tengah. Pada 1890 pergerakan Samin berkembang di dua desa hutan kawasan Randublatung, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Gerakan ini lantas dengan cepat menjalar ke desa-desa lainnya. Mulai dari pantai utara Jawa sampai ke seputar hutan di Pegunungan Kendeng Utara dan Kendeng Selatan. Atau di sekitar perbatasan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur menurut peta sekarang.

Dua tempat penting dalam pergerakan Samin adalah Desa Klopodhuwur di Blora dan Desa Tapelan di Kecamatan Ngraho, Bojonegoro, yang memiliki jumlah terbanyak pengikut Samin. Mengutip karya Harry J. Benda dan Lance Castles (1960), orang Samin di Tapelan memeluk saminisme sejak tahun 1890. Dalam Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië (1919) diterangkan, orang Samin seluruhnya berjumlah 2.300 orang (menurut Darmo Subekti dalam makalah Tradisi Lisan Pergerakan Samin, Legitimasi Arus Bawah Menentang Penjajah, (1999), jumlahnya 2.305 keluarga sampai tahun 1917, tersebar di Blora, Bojonegoro, Pati, Rembang, Kudus, Madiun, Sragen, dan Grobogan) dan yang terbanyak di Tapelan.

[sunting] Wong Sikep

Orang-orang Samin sebenarnya kurang suka dengan sebutan “Wong Samin” sebab sebutan tersebut mengandung arti tidak terpuji yaitu dianggap sekelompok orang yang tidak mau membayar pajak, sering membantah dan menyangkal aturan yang telah ditetapkan sering keluar masuk penjara, sering mencuri kayu jati dan perkawinannya tidak dilaksanakan menurut hukum Islam. Para pengikut Saminisme lebih suka disebut “Wong Sikep”, artinya orang yang bertanggung jawab sebutan untuk orang yang berkonotasi baik dan jujur.

Konsep ajaran Samin

Pengikut ajaran Samin mempunyai lima ajaran:

Konsep Ajaran Masyarakat Samin masuk dalam kategori Budaya Masyarakat Samin : Keseimbangan , Harmonisi , Kesetaraan Keadilan. Adalah prinsip dan falsafah hidup Masy Samin tetap diyakini sampai saat ini Tahun 2006 . Dengan Tradisi Lisan menjaga Budaya dan Tradisi Lisan kepada generasi dan keturunan tingkat ke 4 adalah suatu hal yang perlu mendaatkan penelitian, yang berlanjut kepada pengakuan akan keberadaan Masayarakat Samin yang mempunyai kekhasan dalam bersikap dan bertindak. Masyarakat statis menjaga tradisi untuk kelanggengan keyakinan.

Pokok-pokok ajaran Saminisme

Pokok ajaran Samin adalah sebagai berikut:

  • Agama adalah senjata atau pegangan hidup. Paham Samin tidak membeda-bedakan agama, oleh karena itu orang Samin tidak pernah mengingkari atau membenci agama. Yang penting adalah tabiat dlam hidupnya.
  • Jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan suka irihati dan jangan suka mengambil milik orang.
  • Bersikap sabar dan jangan sombong.
  • Manusia hidup harus memahami kehidupannya sebab hidup adalah sama dengan roh dan hanya satu dibawa abadi selamanya.Menurut orang Samin, roh orang yang meninggal tidaklah meninggal, namun hanya menanggalkan pakaiannya.
  • Bila berbicara harus bisa menjaga mulut, jujur dan saling menghormati. Berdagang bagi orang Samin dilarang karena dalam perdagangan ada unsur “ketidakjujuran”. Juga tidak boleh menerima sumbangan dalam bentuk uang.

Kitab Suci Orang Samin

Sebagaimana paham lain yang dianggap oleh pendukungnya sebagai agama, orang Samin juga memiliki "kitab suci". "Kitab suci"' itu adalah Serat Jamus Kalimasada yang terdiri atas beberapa buku, antara lain Serat Punjer Kawitan, Serat Pikukuh Kasajaten, Serat Uri-uri Pambudi, Serat Jati Sawit, Serat Lampahing Urip, dan merupakan nama-nama kitab yang amat populer dan dimuliakan oleh orang Samin.

Ajaran dalam buku Serat Pikukuh Kasajaten (pengukuhan kehidupan sejati) ditulis dalam bentuk puisi tembang, yaitu suatu genre puisi tradisional kesusasteraan Jawa.

Dengan mempedomani kitab itulah, orang Samin hendak membangun sebuah negara batin yang jauh dari sikap drengki srei, tukar padu, dahpen kemeren. Sebaliknya, mereka hendak mewujudkan perintah "Lakonana sabar trokal. Sabare dieling-eling. Trokali dilakoni."

Riwayat hidup Samin

Samin Surosentiko lahir pada 1859 dengan nama Raden Kohar di Desa Ploso Kedhiren, Randublatung Kabupaten Blora. Ayahnya bernama Raden Surowijaya atau Samin Sepuh. Ia mengubah namanya menjadi Samin Surosentiko sebab Samin adalah sebuah nama yang bernafas wong cilik. Samin Surosentiko masih mempunyai pertalian darah dengan Kyai Keti di Rajegwesi, Bojonegoro dan Pangeran Kusumoningayu yang berkuasa di Kabupaten Sumoroto ( kini menjadi daerah kecil di Kabupaten Tulungagung) pada 1802-1826.

Pada 1890 Samin Surosentiko mulai mengembangkan ajarannya di daerah Klopoduwur, Blora. Banyak yang tertarik dan dalam waktu singkat sudah banyak orang menjadi pengikutnya. Saat itu pemerintah Kolonial Belanda menganggap sepi ajaran tersebut. Cuma dianggap sebagai ajaran kebatinan atau agama baru yang remeh temeh belaka.

Pada 1903 residen Rembang melaporkan terdapat 722 orang pengikut Samin yang tersebar di 34 desa di Blora bagian selatan dan Bojonegoro. Mereka giat mengembangkan ajaran Samin. Pada 1907, pengikut Samin sudah berjumlah sekitar 5000 orang. Pemerintah mulai merasa was-was sehingga banyak pengikut Samin yang ditangkap dan dipenjarakan.

Pada 8 November 1907, Samin Surosentiko diangkat oleh pengikutnya sebagai Ratu Adil dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Kemudian 40 hari sesudah menjadi Ratu Adil itu, Samin Surosentiko ditangkap oleh asisten Wedana Randublatung, Raden Pranolo. Beserta delapan pengikutnya, Samin lalu dibuang ke luar Jawa (ke kota Padang, Sumatra Barat), dan meninggal di Padang pada 1914.

Tahun 1908, Penangkapan Samin Surosentiko tidak memadamkan gerakan Samin. Pada 1908, Wongsorejo, salah satu pengikut Samin, menyebarkan ajarannya di Madiun, mengajak orang-orang desa untuk tidak membayar pajak kepada pemerintah. Wongsorejo dengan sejumlah pengikutnya ditangkap dan dibuang keluar Jawa.

Pada 1911 Surohidin, menantu Samin Surosentiko dan Engkrak salah satu pengikutnya menyebarkan ajaran Samin di Grobogan. Karsiyah menyebarkan ajaran Samin di kawasan Kajen, Pati. Perkembangannya kemudian tidak jelas.

Tahun 1912, pengikut Samin mencoba menyebarkan ajarannya di daerah Jatirogo, Kabupaten Tuban, namun gagal.

Puncak penyebaran gerakan Samin terjadi pada 1914. Pemerintah Belanda menaikkan pajak. Disambut oleh para pengikut Samin dengan pembangkangan dan penolakan dengan cara-cara unik. Misalnya, dengan cara menunjukkan uang pada petugas pajak, "Iki duwite sopo?" (bahasa Jawa: Ini uangnya siapa?), dan ketika sang petugas menjawab, "Yo duwitmu" (bahasa Jawa: Ya uang kamu), maka pengikut Samin akan segera memasukkan uang itu ke sakunya sendiri. Singkat kata, orang-orang Samin misalnya di daerah Purwodadi dan di Balerejo, Madiun, sudah tidak lagi menghormati pamong Desa, polisi, dan aparat pemerintah yang lain.

Dalam masa itu, di Kajen Pati, Karsiyah tampil sebagai Pangeran Sendang Janur, mengimbau kepada masyarakat untuk tidak membayar pajak. Di Desa Larangan, Pati orang-orang Samin juga mengejek dan memandang para aparat desa dan polisi sebagai badut-badut belaka.

Di Desa Tapelan, Bojonegoro juga terjadi perlawanan terhadap pemerintah, dengan tidak mau membayar pajak. Karena itu, teror dan penangkapan makin gencar dilakukan pemerintah Belanda terhadap para pengikut Samin.

Pada tahun 1914 ini akhirnya Samin meninggal dalam pengasingannya di Sumatra Barat. Namun teror terus dilanjutkan oleh pemerintah Belanda terhadap pengikut Samin. Akibat teror ini, sekitar tahun 1930-an, perlawanan gerakan Samin terhadap pemerintah kolonial menguap dan terhenti.

[sunting] Sikap Orang Samin

Walaupun masa penjajahan Belanda dan Jepang telah berakhir, orang Samin tetap menilai pemerintah Indonesia saat itu tidak jujur. oleh karenanya, ketika menikah, mereka tidak mencatatkan dirinya baik di Kantor Urusan Agama/(KUA) atau di catatan sipil.

Secara umum, perilaku orang Samin/ 'Sikep' sangat jujur dan polos tetapi kritis.

bahasa Orang Samin

Mereka tidak mengenal tingkatan bahasa Jawa, jadi bahasa yang dipakai adalah bahasa Jawa ngoko. Bagi mereka menghormati orang lain tidak dari bahasa yang digunakan tapi sikap dan perbuatan yang ditunjukkan.

Pakaian Orang Samin

Pakaian orang Samin biasanya terdiri baju lengan panjang tidak memakai krah, berwarna hitam. Laki-laki memakai ikat kepala. Untuk pakaian wanita bentuknya kebaya lengan panjang, berkain sebatas di bawah tempurung lutut atau di atas mata kaki.

Sistem kekerabatan

Dalam hal kekerabatan masyarakat Samin memiliki persamaan dengan dengan kekerabatan Jawa pada umumnya. Sebutan-sebutan dan cara penyebutannya sama. Hanya saja mereka tidak terlalu mengenal hubungan darah atau generasi lebih ke atas setelah Kakek atau Nenek.

Hubungan ketetanggaan baik sesama Samin maupun masyarakat di luar Samin terjalin dengan baik. Dalam menjaga dan melestarikan hubungan kekerabatan masyarakat Samin memiliki tradisi untuk saling berkunjung terutama pada saat satu keluarga mempunyai hajat sekalipun tempat tinggalnya jauh.

Pernikahan bagi orang Samin

Menurut Samin, perkawinan itu sangat penting. Dalam ajarannya perkawinan itu merupakan alat untuk meraih keluhuran budi yang seterusnya untuk menciptakan “Atmaja (U)Tama” (anak yang mulia).

Dalam ajaran Samin , dalam perkawinan seorang pengantin laki-laki diharuskan mengucapkan syahadat, yang berbunyi kurang lebih demikian : “ Sejak Nabi Adam pekerjaan saya memang kawin. (Kali ini) mengawini seorang perempuan bernama…… Saya berjanji setia kepadanya. Hidup bersama telah kami jalani berdua.”

Demikian beberapa ajaran kepercayaan yang diajarkan Samin Surosentiko pada pengikutnya yang sampai sekarang masih dipatuhi warga samin.

Menurut orang Samin perkawinan sudah dianggap sah walaupun yang menikahkan hanya orang tua pengantin.

Ajaran perihal Perkawinan dalam tembang Pangkur orang Samin adalah sebagai berikut (dalam Bahasa Jawa):


Basa Jawa Terjemahan
“Saha malih dadya garan, "Maka yang dijadikan pedoman,
anggegulang gelunganing pembudi, untuk melatih budi yang ditata,
palakrama nguwoh mangun, pernikahan yang berhasilkan bentuk,
memangun traping widya, membangun penerapan ilmu,
kasampar kasandhung dugi prayogântuk, terserempet, tersandung sampai kebajikan yang dicapai,
ambudya atmaja 'tama, bercita-cita menjadi anak yang mulia,
mugi-mugi dadi kanthi.” mudah-mudahan menjadi tuntunan."

Sikap terhadap lingkungan

Pandangan masyarakat Samin terhadap lingkungan sangat positif, mereka memanfaatkan alam (misalnya mengambil kayu) secukupnya saja dan tidak pernah mengeksploitasi. Hal ini sesuai dengan pikiran masyarakat Samin yang cukup sederhana, tidak berlebihan dan apa adanya. Tanah bagi mereka ibarat ibu sendiri, artinya tanah memberi penghidupan kepada mereka. Sebagai petani tradisional maka tanah mereka perlakukan sebaik-baiknya.Dalam pengolahan lahan (tumbuhan apa yang akan ditanam) mereka hanya berdasarkan musim saja yaitu penghujan dan kemarau. Masyarakat Samin menyadari isi dan kekayaan alam habis atau tidak tergantung pada pemakainya.

Pemukiman

Pemukiman masyarakat Samin biasanya mengelompok dalam satu deretan rumah-rumah agar memudahkan untuk berkomunikasi. Rumah tersebut terbuat dari kayu terutama kayu jati dan juga bambu, jarang ditemui rumah berdinding batu bata. Bangunan rumah relatif luas dengan bentuk limasan, kampung atau joglo. Penataan ruangnya sangat sederhana dan masih tradisional terdiri ruang tamu yng cukup luas, kamar tidur dan dapur. Kamar mandi dan sumur terletak agak jauh dan biasanya digunakan beberapa keluarga. Kandang ternak berada di luar di samping rumah.

Upacara dan tradisi

Upacara-upacara tradisi yang ada pada masyarakat Samin antara lain nyadran (bersih desa) sekaligus menguras sumber air pada sebuah sumur tua yang banyak memberi manfaat pada masyarakat. Tradisi selamatan yang berkaitan dengan daur hidup yaitu kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan dan kematian. Mereka melakukan tradisi tersebut secara sederhana.

Masyarakat Samin saat ini

Sekalipun masyarakat Samin berusaha mempertahankan tradisi namun tidak urung pengaruh kemajuan zaman juga mempengaruhi mereka. Misalnya pemakaian traktor dan pupuk kimiawi dalam pertanian, alat-alat rumah tangga dari plastik, aluminium dan lain nya. Yang diharapkan tidak hilang terpupus zaman adalah nilai-nilai positif atau kearifan lokal yang telah ada pada masyarakat Samin tersebut, misal kejujuran dan kearifannya dalam memakai alam, semangat gotong royong dan saling menolong yang masih tinggi.